Luqman yang disebut oleh surah Lukman adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqman. Pertama, Luqman Ibn Ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai pemisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan-perumpamannya. Agaknya dialah yang dimaksud oleh surat ini.[1] Dalam tafsir Ibnu Katsir bahkan disebutkan nama lengkap Luqman adalah Luqman bin Anqa’ bin Sadun menurut kisah yang dikemukakan oleh As-Suhaili.[2]
Al-Baghdadi mengemukakan bahwa Luqman bukan dari kalangan Arab, tetapi seorang ëajami, yaitu anak Baíura dari keturunan Azar (orang tua Nabi Ibrahim), anak saudara perempuan Nabi Ayyub, atau anak bibi nabi Ayyub. Banyak perbedaan pendapat tentang asal-usul Luqman tersebut. Ada yang mengatakan bahwa ia seorang bangsa Negro Sudan, Mesir Hulu atau Habsyi yang warna kulitnya itam, hidup selama seribi tahun dan berjumpa dengan Nabi Dawud sehingga Nabi Dawud banyak menimba ilmu darinya. Ada yang berpendapat bahwa dia seorang Nabi, dan ada pula yang membantah pendapat itu dengan mengatakan bahwa dia hanyalah seorang ahli hikmah.[3]
Para ulama salaf pun berikhtilaf mengenai Luqman apakah dia seorang Nabi atau hamba Allah yang shaleh tanpa menerima kenabian. Mengenai hal ini ada pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa dia adalah hamba Allah yang shalehtanpa menerima kenabian. Menurut Ibnu Abbas, Luqman adalah seorang hamba berkebangsaan Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin Abdillah mengidentifikasi Luqman sebagai orang bertubuh pendek dan berhidung pesek. Sedangkan Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari kota Sudan, memiliki kekuatan, dan mendapat hikmah dari Allah, namun dia tidak menerima kenabian.[4]
Tentang pekerjaannya juga diperselisihkan, ada yang mengatakan sebagai qadhi kaum Bani Israil, ada yang mengatakan sebagai tukang jahit, ada yang mengatakan sebagai penggembala ternak, atau sebagi tukang kayu. Namun semua itu tidak penting, dan mungkin saja kesemua pekerjaan itu pernah dilakukannya, mengingat usianya yang mencapai 1000 tahun.
Menurut Al-Baghdadi dalam kitabnya Ruh Maíani fi Tafsir al-Qurían al-Azim wa al-sabíu al-Maatsani dan menurut Al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al- Syariah wa al-Manhaj-nya Luqman juga mempunyai seorang anak yang juga diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan Tsaran, Masykam, Aníam, Asykam dan atau Matan. Anak dan isterinya pada mulanya kafir. Tapi ia selalu berusaha memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak dan isterinya sampai keduanya beriman dan menerima ajaran tauhid yang diajarkan Luqman.[5]
Dan Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar menegaskan bahwa di dalam mencari intisari al-Qurían tidaklah penting bagi kita mengetahui dari mana asal-usul Luqman. Al-Qurían pun tidaklah menonjolkan asal-usul. Yang penting adalah dasar-dasar hikmah yang diwasiatkannya kepada puteranya yang mendapat kemulian demikian tinggi. Sampai dicatat menjadi ayat-ayat dari Al-Qurían, disebutkan namanya 2 kali, yaitu pada ayat 12 dan 13 dalam surat 31, yang diberi nama dengannamanya ; Luqman.[6]
Penulis memegang pendapat yang mengatakan bahwa Luqman adalahseorang ahli hikmah, bukan seorang Nabi, karena yang diajarkan kepada anaknyabukanlah wahyu, melainkan hikmah yang telah dianugerahkan Allah dan hal insesuai dengan Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a :
Dari Ibnu Abbas r.a berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Luqman bukanlah seorang Nabi, tapi beliau adalah seorang hamba yang banyak berfikir secara bersih dan penuh keyakinan sehingga ia mencintai Allah dan Allah pun mencintainya, maka dilimpahkan kepadanya Al-Hikmah.î (H.R. Al-Qurthuby)
Jelaslah bahwa Luqman adalah seorang ahli hikmah, kata-katanya merupakan pelajaran dan nasehat, diamnya adalah berpikir, dan isyarat-isyaratnya merupakan peringatan. Dia bukan seorang Nabi melainkan seorang yang bijaksana, yang Allah telah memberikan kebijaksanaan di dalam lisan dan hatinya, dimana ia berbicara dan mengajarkan kebijaksanaan itu kepada manusia. Dalam al-Qurían pun diungkapkan bahwa dia dianugerahi berupa ìhikmahî oleh Allah SWT. Banyak perkataannya yang mengandung hikmah, sebagaimana dapat dilihat perkataannya itu ketika iaberkata kepada anak laki-lakinya. Tafsir al-Maraghi mengemukakan empat perkataan Luqman tersebut antara lain :
1. Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya telah banyak manusia yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah perahumu di dunia ini bertaqwa kepada Allah SWT, muatannya iman dan layarnya bertawakkal kepada Allah. Barangkali saja kamu dapat selamat (tidak tenggelam ke dalamnya), akan tetapi aku yakin kamu akan selamat.
2. Barang siapa yang dapat menasehati dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat pemeliharaan dari Allah. Dan barang siapa yang dapat menyadarkan orang-orang lain akan dirinya sendiri, niscaya Allah akan menambah kemuliaan baginya karena hal tersebut. Hina dalam rangka taatkepasa Allah lebih baik daripada membanggakan diri dalam kemaksiatan.
3. Hai anakku, janganlah kamu bersikap terlalu manis, karena engkau pasti ditelan, dan jangan kamu bersikap terlalu pahit karena engkau pasti akan dimuntahkan
4. Hai anakku, jika kamu hendak menjadikan seseorang sebagai teman (saudaramu), maka butalah dia marah kepadamu sebelum itu, maka apabila ia bersikap pemaaf terhadap dirimu di kala marah, maka persaudarakanlah ia. Dan apabila ia tidak mau memaafkanmu maka hati-hatilah terhadap dirinya.[7]
Banyak sekali perkataan Luqman yang dimuat sumber-sumber lain yang sangat berpengaruh, perkataannya itu antara lain :
1. Jika kamu sedang shalat, maka jagalah hatimu, jika kamu sedang makan, maka jagalah tenggorokanmu, jika kamu di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu, dan jika kamu berada diantara manusia, maka jagalah lisanmu.
2. Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal ; adapun dua hal yang perlu kamu ingat adalah Allah dan kematian, sedangkan dua hal yang perlu kamu lupakan adalah kebaikanmu kepada orang lain dan kejelekan orang lain terhadapmu.[8]
3. Jika sejak kanak-kanak kamu didik dirimu, maka masa dewasa kelak kamu akan memperoleh manfaatnya.
4. Jauhilah kemalasan, gunakanlah sebagian umrmu untuk pendidikan dan janganlah berdiskusi dan berdebat dengan orang-orang yang keras kepala.
5. Janganlah mendebat fuqaha. Janganlah berkawam dengan orang fasik. Janganlah orang fasik kamu jadikan sahabat. Janganlah duduk bersama orang-orang yang tertuduh.
6. Takutlah hanya kepada Allah dan berharaplah hanya kepada-Nya. Jadikanlah takut dan harapmu kepada Alllah dalam hatimu adalah skesatuan.
7. Janganlah kamu bersandar dan cinta kepada dunia. Pandanglah dunia sebagai sebuah jembatan.
8. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat, mereka akan bertanya kepada mu tentang empat hal, 1. Masa mudamu. Dengan cara apa kamu melewatinya? 2. Umurmu, dengan kegiatan apa kamu menghabiskannya? 3. 4. Harta bendamu. Dari mana kamu memperolehnya ? Dimanakah kamu belanjakan ?
9. Janganlah memandangi apa yang ada di tangan orang (milik orang lain) dan bersikaplah dengan akhlak yang baik terhadap semua orang.
10. Janganlah banyak bermusyawarah dengan orang-orangseperjalanan (sesama musafir), bagikan bekal perjalananmu kepada mereka.
11. Jika mereka mengajakmu bermusyawarah, beritahukanlah rasa kasihmu dengan tulus kepada mereka. Bantulah mereka jika mereka memohon bantuan dan pinjaman kepadamu. Dengarkanlah perkataan orang yang usianya lebih tua darimu.
12. Kerjakanlah shalat di awal waktu dan tunaikanlah shalat berjamaah walau berada dalam kondisi tersulit.[9]
13. Wahai ananda, butir kata yang berisi hikmah dapat menjadikan orang miskin dimuliakan seperti raja.
14. Wahai ananda, sering-seringlah menghadiri jenazah dan kurangilah menghadiri kenduri, karena orang yang sering menghadiri jenazah akan mengingatkannya kepada kehidupan akhirat, sementara orang yang sering menghadiri kenduri akan menumbuhkan cintanya yang berlebihan terhadap dunia yang fana ini.
15. Jangan direpotkan dunia, kecuali sekedar untuk memenuhi sisa umurmu.
16. Sembahlah Tuhanmu menurut keperluanmu kepada-Nya
17. Beramallah untuk akhirat sesuai kehendakmu untuk tinggal di sana.
18. Berusahalah menghindarkan dirimu dari bakaran api neraka selama engkau belum yakin akan selamat darinya.
19. Sesuaikan keberanianmu dalam berbuat durhaka dengan kemampuan kesabaranmu menerima azab (siksa) Allah.
20. Jika engkau mendurhakai Allah, maka carilah tempat sehingga engkau tidak dilihat oleh Allah dan Malaikat-Nya.
21. Hai anakku, sesungguhnyaemas itu dicoba dengan api, Dan hamba yang shaleh iti dicoba dengan bencana. Maka apabila Allah mengasihani suatu kaum, niscaya dicoba-Nya mereka. Siapa yang rela, niscaya Allah pun rela. Dan siapa yang marah, niscaya Allah pun marah.
22. Hai anakku, juallah duniamu dengan akhiratmu, niscaya engkau akan beruntung dari keduanya! Dan janganlah engkau jual akhiratmu dengan duniamu, niscaya engkau akan merugi dari keduanya !
23. Hai anakku, tiga perkara kebaikan pada manusia, yaitu ; 1. bermusyawarah kepada orang yang memberi nasehat, 2. bermuka manis dan lemah lembut kepada musuh dan orang yang dengki, 3. menyatakan kasih kepada semua orang.
24. Hai anakku, Orang yang tertipu adalah orang yang berpegang dengan tiga perkara, yaitu ; 1. orang-orang yang membenarkan terhadap sesuatu yang tidak dilihatnya, 2. orang yang suka kepada orang yang tidak mempercayai dirinya, 3. orang-orang yang tamak terhadap apa yang tidak diperoleh dirinya sendiri.
25. Hai anakku, Takutlah kalian kepada sifat dengki, sifat dengki itu akan membinasakan agama, melemahkan kemauan dan sesudahnya adalah penyesalan.
26. Seorang mukmin yang memperhatikan akibat, niscaya aman dari penyesalan.[10]
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qurían, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 125
[2] M. Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)Cet. , 789
[3] Al-Baghdadi sebagaimana dikutip oleh Armai Arief dalam bukunya Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta : CRSD Press, 2005), Cet. 1, h. 182
[4] M. Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah ; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999), Cet. 1
[5] Lihat Al Baghdadi dalam kitabnya Ruh Maíani fi Tafsir al-Qurían al-ëAzim wa al-sabíu al-Maatsani Juz XI dan Al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir fi al-ëAqidah wa al- Syariah wa al-Manhaj, Juz XXI, sebagaimana dikutip oleh Armai Arief. Dalam bukunya Reformulasi Pendidikan Islam halaman 183
[6] Dr. Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XXI, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1988), Cet. , h. 114
[7] Al-Maraghi, Op. Cit., h. 146
[8] M. Ali Ash-Shabuny, Cahaya al-Qurían, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2002), Cet., h. 388
[9] Mohsen Qaraati, Seri Tafsir Untuk Anak Muda ; Surah Luqman, (Jakarta : al-Huda, 2005), Cet , h. 39-41
[10] Mahyuddin Ibrahim, Nasehat 125 Ulama Besar, (Jakarta : Darul Ulum, 1993), Cet. IV, h. 231-235
Filed under: Islam, PENDIDIKAN | Tagged: Tokoh Islam |
Tinggalkan Balasan