• RSS Tulisan Terbaru

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Pendiri Tarikat Qadiriyah

Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Abdul Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani al-ghawsts atau quthb al-awliya’. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam kerena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Dia dipandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun, generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak legenda yang berkisar pada aktivitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib tentang dirinya.

Syaikh ‘Abd al-Qadir lahir di desa Naif kota Gilan tahun 470/1077, yaitu wilayah yang terletak 10 km timur laut Baghdad. Ibunya seorang yang shalehah bernama Fhatimah binti ‘Abdullah al-shama’ial al-Husayni, ketika melahirkan Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani ibunya berumur 60 tahun, suatu kelahiran yang tidak lazim bagi wanita yang seumurnya. Ayahnya bernama Abu Shalih, Yang jauh sebelum kelahirannya ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, yang diiringi oleh para sahabat, imam Mujahidin dan wali. Nabi Muhammad berkata, “Wahai Abu Shalih, Allah akan memberi anak laki-laki, anak itu kelak akan mendapat pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana halnya aku mendapat pangkat tertinggi dalam kenabian dan kerasulan”.[1] Ayahnya meninggal pada saat usianya masih teramat belia, sehingga dia dibesrkan dan diasuh oleh kakeknya.[2]

Syaikh ‘Abd al-Qadir meninggal di Baghdad pada tahun 561/1166. Makamnya sejak dulu  hingga sekarang tetap diziarahi khalayak ramai, dari segala penjuru dunia Islam. Di kalangan kaum sufi Syaikh ‘Abd al-Qadir diakui sebagai sosok yang menempati hierarki misstik yang tertinggi  (al-Ghawts al-A’zham), yang menduduki tingkat kewalian yang tertinggi. Dalam kepercayaan rakyat, Syaikh ‘Abd al-Qadir adalah wali terbesar, yang diberikan wewenang untuk menolong manusia lain dalam bahaya. Lebih daripada itu semua wali lain, Syaikh ‘Abd al-Qadir dikagumi dan dicintai rakyat, dimana-mana orang tua menceritakan riwayat tentang kekeramatannya kepada anak-anak mereka dan hampir setiap upacara keagamaan tradisional, orang menghadiahkan al-Fatihah kepadanya.[3]

Nama lengkap dan silsilah Syaikh ‘Abd al-Qadir  sampai ke Nabi Muhammad SAW. adalah Abu Muhammad ‘Abd al-Qadir Jilani ibn Abi Shalih ibn Musa ibn Janki Dusat (Janka Dusat) ibn Abi Abdillah ibn Yahya al-Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa ibn ‘Abd Allah al-Mahdi ibn Hasan al-Musanna ibn Hasan al-Sibthi ibn ‘Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah al-Zahra al-Batul binti rasulullah SAW.[4] silsilah ini amat penting artinya dalam tradisi tarekat kerena ‘darah biru’ spiritual harus bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW. disamping itu sambungnya silsilah nasab menjadi indikator bahwa tarekat ini adalah mu`tabarah.


[1] M. Hilman anshary, (ed), resonansi Spiritual Wali Quthub Syekh Abdul Qadir al-Jailani, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) ,h. 3.

[2] Seyyed Hossein Nasr (ed), Eksiklopedi Tematis Soiritualitas Islam , terj. (Bandung: Mizan, 2003), h. 13.

[3] Mrtin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarikat: tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Bandung; Mizan, 1999, cet. III, h. 211.

[4] M. Hilma, Resonansi, h. 1.